Bubur Suro merupakan salah satu hidangan khas di Indonesia dalam rangka menyambut dan merayakan Tahun Baru Islam. Tradisi ini biasa dilakukan oleh kalangan masyarakat Jawa yang sudah ada sejak lama dan secara turun-temurun.
Kini, bubur Suro juga masih bisa ditemui di beberapa daerah, seperti di sebagian wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, hingga Solo. Untuk mengenal lebih lanjut tentang tradisi bubur Suro, simak serba-serbinya berikut ini:
Mengutip Portal Informasi Indonesia (indonesia.go.id), tradisi memberikan bubur kepada masyarakat setempat yang dinamakan bubur Suro oleh masyarakat Jawa yang dilakukan sudah secara turun-temurun. Tradisi ini dalam rangka merayakan Tahun Baru Islam yang bertepatan pada tanggal 1 Muharam, sekaligus 1 Suro.
Awalya bubur Suro dihadirkan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa yang jatuh pada bulan Sura atau Suro yang juga biasanya bertepatan dengan tanggal 1 Muharam dalam kalender Hijriah umat Islam. Mengingat kalender Jawa yang diterbitkan Sultan Agung kala itu mengacu pada kalender Hijriah.
Konon tradisi bubur Suro sudah ada sejak masa kepemimpinan Sultan Agung yang bertahta di Tanah Jawa. Seperti sajian yang dihidangkan saat upacara adat Jawa lainnya, bubur Suro merupakan lambang rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh.
Perlu diketahui bahwa bubur Suro bukanlah sesajen yang bersifat animistik. Bubur Suro hanya dianggap menjadi syarat dengan lambang, dan karenanya harus dibaca, dilihat, dan ditafsirkan sebagai alat (uba rampe dalam bahasa Jawa) untuk memaknai 1 Suro atau tahun baru yang akan datang.
Bubur Suro sendiri terbuat dari beras yang dimasak dengan aneka bumbu dan rempah tradisional, seperti santan, serai, dan daun salam, inilah yang membuat rasanya lebih gurih dibandingkan bubur biasanya. Sajian bubur Suro biasanya memiliki tampilan dan lauk yang berbeda-beda tergantung daerahnya.
Selengkapnya Baca Detik.com
Iklan
Mau Pasang Iklan? Email: hi@dijogja.co