Banyak ragam permainan tradisional Yogyakarta. Sebagai kota budaya, Yogyakarta juga memiliki banyak sekali permainan anak-anak. Sayangnya, banyak permainan ini yang sudah mulai ditingalkan anak-anak. Mereka lebih senang untuk bermain gadget atau permainan modern lainnya. Bahkan tidak sedikit anak-anak zaman sekarang yang sudah tidak mengerti atau belum pernah melihat permainan tradisional Yogyakarta ini.
Bas-basan
sumber:starglamjogja.com
Ini adalah permainan tradisional yang menggunakan bidang petak-petak semacam papan catur. Selain dikenal dengan nama bas-basan, permainan ini juga ada yang menyebutnya dengan 'dham dhaman'. Untuk memainkan bas-basan dibutuhkan tempat untuk dibuat petak-petak yang dibagi menjadi tiga ruang, dua ruang puncak, dan satu ruang badan. Ruang itu dianggap sebagai daerah kekuasaaan. Baca Juga KPB Bionic Data Burung di UNY, Sejumlah Spesies Mulai Jarang Ditemukan Setiap dareh kekuasaan tersebut dihuni oleh satu kelompok, yang terdiri dari 20 prajurit. Tiap prajurit dilambangkan dengan biji sawo atau kecik dan biji asam atau klungsu. Setiap prajurit bergerak maju untuk menyerang daerah lawan, dan tidak boleh bergerak mundur tapi boleh ke kanan atau kekiri. Untuk membunuh prajurit lawan dengan cara melompatinya dan kotak yang kosong. Prajurit yang lawan yang berhasil dilompati tomatis mati dan harus dikeluarkan dari peemainan. Jika prajurit musuh habis berarti kalah dan kita menang.
Bentik
sumber:permainantradisionalindonesia.blogspot.com
Untuk memainkan Benti diperlukan dua ranting kayu. Sat kayuberukuran panjang sekitar 30 cm dan disebut benthong dan satu kayu lagi berikuran pendek sekitar 10 cm yang disebut janak. Saat kedua ranting ini beradu atau dipukulkan maka muncul suara “thik ... thik”, sehingga berdasarkan proses onomatope permainan ini disebut bentik. Ranting panjang dipergunakan untuk memukul ranting yang lebih pendek. Untuk bermain Bentik diawali dengan membuat cerukan kecil di tanah tempat janak akan diletakkan. Posisi janak melintang di atasnya. Permainan Bentik diawali dengan hompimpa untuk mencari siapa yang bermain giliran pertama. Pemenang hompima akan akan memperoleh giliran main yang pertama. Sedangkan yang lain akan berjaga. Pemain kemudian memasang tongkat yang pendek diatas lubang luncur secara melintang. Lalu, tongkat janak harus didorong sekuat tenaga dengan bantuan benthong, supaya dapat melambung sejauh mungkin. Bila lawan berhasil menangkap janak yang melambung tersebut, maka ia akan mendapatkan angka.
Cublak-Cublak Suweng
Permainan ini disertai lagu pengiring yang dinyanyikan. Lagu pengiring dalam permainan ini berjudul sama dengan nama permainan itu sendiri yaitu Cublak-Cublak suweng.Permainan ini diawali dengan hompimpa atau gambreng untuk menentukan siapa yang kalah pertama kali. Kemudian yang kalah akan berperan menjadi Pak Empong, yang berbaring terlungkup ditengah dan anak-anak yang lain akan duduk melingkari Pak Empong. Mereka yang melingkari Pak Empong kemudian membuka telapak tangan menghadap ke atas dan diletakkan di punggung Pak Empong. Lalu ada salah satu anak memegang biji atau kerikil dan dipindah dari telapak tangan satu ke telapak tangan lainnya diiringi lagu Cublak-cublak Suweng. Pada lirik lagu "sapa ngguyu ndhelikaké" maka anak yang menerima kerikil tersebut harus menyembunyikannya dengan cara menggengamnya. Semua anak pun ikut mengenggam tangan pada akhir lagu untuk berpura-pura menyembunyikan kerikil. Pak Empong kemudian bangun dan menebak kerkikil itu ada di mana. Bila tebakannya benar maka giliran anak yang menggenggam kerikil tadi gantian menjadi Pak Empong. Namun bila salah Pak Empong kembali ke posisi semula dan permainan diulang lagi begitu seterusnya.
Dhakon
sumber:skor.id
Permainan Tradisional Yogyakarta berikutnya adalah Dhakon atau Congklak. Permainan dakon dilakukan oleh dua orang. Umumnya papan congklak terbuat dari kayu dan plastik, sedangkan bijinya terbuat dari biji-bijian. Pada papan dakon terdapat 16 buah lubang yang terdiri atas 14 lubang kecil yang saling berhadapan dan 2 lubang besar di kedua sisinya. Setiap 7 lubang kecil di sisi pemain dan lubang besar di sisi kananya dianggap sebagai milik sang pemain. Dua orang pemain yang berhadapan, salah seorang yang memulai dapat memilih lubang yang akan diambil dan meletakkan satu ke lubang di sebelah kanannya dan seterusnya berlawanan arah jarum jam. Bila biji habis di lubang kecil yang berisi biji lainnya, ia dapat mengambil biji-biji tersebut dan melanjutkan mengisi. Permainan selesai bila sudah tidak ada biji lagi yang dapat diambil. Pemenangnya adalah yang mendapatkan biji terbanyak.
Dhingklik Oglak Aglik
sumber:portalsemarang.com
Permainan Tradisional Yogyakarta berikutnya adalah Dingklik oglak-aglik. Permainan ini dimainkan minimal oleh 3 anak dalam satu kelompok yang seusia, sama besar, dan sama tinggi, agar dapat menjaga keseimbangan suatu bentuk dhingklik yang oglak aglik. Awalnya semua pemain berdisi berhadap-hadapan dengan tangan saling bergandengan. Kemudian setiap peserta mengangkat salah satu kakinya ke arah dalam lingkaran, kemudian masing-masing kaki saling dikaitkan untuk membentuk suatu posisi yang kokoh sehingga tidak akan mudah jatuh. Tahap terakhir, tangan yang saling bergandengan dilepaskan, lalu kedua tangan bertepuk tangan. Para pemain melonjak-lonjak sambil bertepuk menyanyikan lagu yang liriknya seperti ini : Pasang dhingklik oglak-aglik, yen kecelik adang gogik, yu yu mbakyu mangga dhateng pasar blanja, leh olehe napa, jenang jagung enthok-enthok jenang jagung, enthok-enthok jenang jagung, enthok-enthok jenang jagung. Lagu ini dinyanyikan sepanjang permainan. Namun kadang-kala kaitan kaki sudah terlepas ketika lagu belum selesai dinyanyikan, maka permainan ini dianggap selesai.
Selengkapnya baca yogya.inews.id
Iklan
Mau Pasang Iklan? Email: hi@dijogja.co